Jumat, 01 Juni 2012

Wacana dan Unsur Pembentukannya


Wacana diartikan secara sederhana oleh Porwaramita sebagai ucapan percakapan dan kuliah. Wacana berupa ucapan lisan atau tertulis dengan persyaratannya harus dalam satu rangkaian dan dibentuk lebih dari satu kalimat.
Yang diungkapakan dalam wacana menyangkut suatu hal (subjek) dan pengungkapannya berjalan menurut tata cara yang teratur. Sedangkan bentuk nyata wacana berupa percakapan singkat ataupun tulisan.
Bahasa yang diungkapkan dalam wacana bersifat koheren atau terjalin erat antara unsur yang satu dengan unsur yang lain, di susun secara teratur dan sistematis di dalam mengungkapkan suatu hal, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Dalam wacana lisan (percakapan) penyapa adalah pembicara dan pesapa adalah pendengar. Sedangkan dalam wacana tulisan, pesapa adalah penulis dan penyapa adalah pembaca.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa wacana adalah rangkaian ujar atau rangakaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis dalam satu kesatuan yang koheren dan dibentuk dalam unsur segmental dan unsur nonsegmental.
Dari pengertian tersebut, pembentuk suatu wacana dibentuk oleh unsur segmental dan unsur nonsegmental. Pada unsur segmental, wacana dapat dibentuk oleh fonem, morfem, kata, dan kalimat. Sedngkan unsur nonsegmental dapat dibagi atas unsur suprasegmental, pada bahasa, dan semantik.
Pembentukan wacana dengan unsur suprasegmental dapat dibentuk oleh tekanan suara atau intonasi, dari segi para bahasa wacana dibentuk oleh gerakan tubuh, mimik, dan suara-suara bermakna. Sedangkan dari segi semantik bahwa wacana bermakna.
Peran unsur bahasa, baik unsur segmental maupun unsur nonsegmental sangat penting dalam sebuah wacana. Unsur segmental adalah sebagai pembentuk fisik wacana, sedangkan unsur nonsegmental sebagai pembentuk jiwa pada sosok sebuah wacana.
Menurut realitasnya, wacana berbentuk rangkaian kebahasaan dengan semua kelengkapan struktural bahasa seperti apa adanya. Dan wacana juga dapat berwujud sebagai rangkaian nonbahasa, yaitu seperti rangkaian isyarat dan rangakaian tanda-tanda yang bermakna bahasa.
Wujud wacana sebagai media komunikasi dapat berupa rangkaian ujar atau tuturan lisan maupun tulisan. Sebagai media komunikasi lisan, wujud wacana dapat berupa sebuah percakapan atau dialog atau sepenggal ikatan percakapan dalam rangkaian percakapan yang lengkap yang dapat menggambarkan suatu situasi maksud dan rangkaian bahasa.
Sedangkan dalam bentuk tulisan, wujud wacana dapat berupa sebuah teks atau bacaan tertulis yang dibentuk sebuah alinea atau lebih.
2.2  Bentuk Wacana Percakapan
Bentuk wacana percakapan dapat berupa permintaan, penolakan, persetujuan, bujukan, dan bentuk penegasan. Bentuk-bentuk di atas dapat diaplikasikan dalam wacana sesuai dengan konteks dan situasi percakapan.
Pengeretian dari bentuk-bentuk percakapan tersebut dapat dijelsakan berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.
1.    Permintaan
Permintaan adalah perbuatan meminta dan apa yang diminta (Mulyono, 1995). Suatu wacana yang didalamnya terdapat suatu permintaan baik yang didukung oleh unsur kebahasaan maupun nonkebahasaan  (nonsegmental dan suprasegmental). Permintaan dalam suatu wacana percakapan dapat dilakukan oleh pembicara maupun pendengar.
2.    Penolakan
Penolakan berarti tidak menerima (member, meluluskan, mengabulkan) menapik (Mulyono, 1995). Suatu wacana percakapan yang dilakukan oleh pembicara maupun pendengar didalamnya terdapat suatu penolakan, makna wacana tersebut adalah wacana penolakan.


3.    Persetujuan
Persetujuan berarti kesepakatan, sependapat, mufakat, (Mulyono, 1995). Wacana percakapan persetujuan adalah suatu wacana yang didalamnya mengandung kesepakatan atau persetujuan antara pendengar atau pembicara terhadap sesuatu hal.
4.    Bujukan
Bujukan berarti uasaha meyakinkan seseorang bahwa yang dikatakan itu benar (untuk memikat hati, menipu), merayu (Mulyono, 1995). Wacana yang didalamnya mengandung suatu usaha seseorang (pembicara dan pendengar) untuk meyakinkan, menarik simpatik, merayu, ataupun menipu pendengar atau pembicara, makna wacana yang demikian disebut wacana bujukan.
5.    Penegasan
Penegasan berarti menyatakan dengan tegas (pasti, tentu, tidak ragu-ragu) (Mulyono, 1995). Didalamnya terdapat suatu ketegasan, kepastian, dan tidak ragu-ragu untuk dilakukan disebut wacana penegasan. Penegasan dalam suatu wacana dapat dilakukan oleh pembicara maupun pendengar terhadap sesuatu hal yang diungkapkannya atau diujarkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar